Pages

Saturday, November 30, 2013

Menebar manfaat itu, seperti makan cokelat hangat di musim dingin.

Entah sejak kapan aku mulai suka tanam-menanam. Entah sejak kapan aku mulai suka bunga-bungaan. Entah. Entah kapan pula aku menjadi sangat girang pergi ke toko bangunan untuk membeli cangkul dan parang. Jam berapa, hari apa, bahkan tahun berapa aku tak ingat semuanya. Aku yakin, Ini semua karena pesan semangat yang kau kirimkan sampai di otak bawah sadarku. Hingga aku menjadi terlena atas kenikmatan yang berguna ini.

Saat aspirasiku tak mudah terealisasi dan saat inspirasi tak kunjung kudapati, kau datang dengan seribu keanehan-keanehan yang masuk akal. Aku benar-benar sadar dengan kenyataan ini, bahwa aku bisa melakukan banyak hal dan menikmati semuanya.

Pernah aku bosan dan lagi-lagi merasa bahwa semua ini tak begitu berguna. Bahwa ini hanya pekerjaan sia-sia. Ingin kutinggalkan begitu saja sebab aku tak pernah di sekolahkan  hanya untuk menjadi perawat tanaman. Apalagi hanya untuk menjadi baby sitter anak-anak orang yang beda kepala beda isinya. Aku lelah menjaganya.....dan tangan-tanganku tak mampu menggapainya setiap waktu. Namun bagaimana aku akan meninggalkan semuanya di saat bunga-bunga itu tersenyum girang melihat langit yang tiba-tiba menggelap. Bagaimana aku bisa berpaling saat kecepatan angin menjadi tak terarah dan langit mulai menitikkan butiran-butiran bening yang sangat teratur?

Kau pernah bilang. Terkadang Tuhan seolah bercanda dengan kita. Dengan kehebatanNya yang tak mampu kita pikirkan detail-detailnya, Ia melumuri cermin kebahagiaan kita dengan seklumit lumpur cobaan. Lalu senyum kita pun memudar. Berganti dangan keluhan-keluhan. Tuhan tahu apa yang tersebut dan tidak olehmu. Lalu dengan segenap kebijaksanaan Tuhan pula yang menyiramkan lumpur itu ketika kita berbaik sangka padaNya.

Kini kehadiranmu kusadari adalah sebagai pesan Tuhan, yang menyampaikan bahwa hidup  adalah kenikmatan yang secuil dari kenikmatan yang kekal. Bahwa bunga-bunga bserta kepatuhannya pada titah Tuhan adalah simbol kebahagiaan hidup. Bahwa manfaat adalah sejenis makhluq yang dengan menebarnya, aku dapat menjadi sebaik-baik insan. Ia pun dapat dikatakan seperti sebuah cokelat hangat di musiim dingin, yang kehadirannya sangat dinantikan orang-orang. Yang ketika aku berhasil membagikannya, adalah mutlak sebuah kebahagiaan .







Thursday, September 12, 2013

Jadilah Pribadi yang Tenang- in amburadul words

Akhir-akhir ini saya sering merasakan sesuatu yang tak saya inginkan terjadi pada diri saya. Saya menjadi mudah marah dan bibir saya tak mudah untuk menyungging senyum. Entah apa yang terjadi, hingga yang dahulu saya sering disebut si pemurah senyum kini julukan tersebut berubah menjai si tukang cemberut.
Hah, tak begitu masalah memang, ketika kita mendapat komentar miring dari orang lain tentang diri kita, ini tergantung bagaimana kita menyikapiya, namun juga ini menjadi menjadi masalah besar karena saya rasa ini menghambat perjalanan saya sebagai seseorang yang diamanahi untuk membimbing teman-teman kecil di tempat yang sering disebut miniatur Negara ini. Pondok Pesantren.

Seperti biasa, ketika mendapat masalah yang begini, saya selalu mencari teman yang bisa diajak berkonsultasi dan memberikan solusi.

Ketika siang menjelang, dengan wajah yang masih tak enyah bertekuk, saya menemui teman saya dan bercerita tentang apa yang saya alami.

"bla-bla-bla saya sampaikan" dan pesannya yang membuat saya lega ketika sepulang dari bercerita dengannya adalah:

"Jadilah pribadi yang tenang, "Katanya. "Jangan suka mencampur adukkan masalah satu dengan masalah yang lain, itu namanya tidak profesional," Sambungnya lagi. "Tak perlu terlalu ambisius untuk melakukan ini-itu, apalagi jika kenyataannya kamu belum sanggup. Cukuplah menjadi pribadi yang tenang dan disukai orang. Murahkan senyummu karena hadiah tersenyum itu mahal"

Setelah itu saya baru sadar ternyata memang iya. Sebab dari yang saya alami akhir-akhir ini adalah karena saya sering mencampur adukkan hal satu dengan yang lain. Contohnya saja ketika saya kesal melihat kesenjangan yang terjadi di lingkungan saya, atau ketika saya sedang tak sempat melaksanakan tugas dengan baik, atau ketika saya terlalu banyak harus menyelesaikan pekerjaan dalam waktu yang singkat, jika semuanya itu tak terlaksana dengan baik, saya sering meluapkannya pada anak didik saya, yang sebenarnya pada waktu itu hanya melakukan sedikit kesalahan.

Ini tak boleh terulang lagi karena anak didik adalah yang paling utama ketika saya berada pada posisi sekarang. Menjadi pembimbing. Sedikit saja perkataan saya yang kurang terkontrol ternyata bisa men "down" kan mental anak didik kita. Maka bagi seluruh pendidik, mari kita sama-sama belajar menjadi pribadi yang tenang.








Popular Posts