Pages

Tuesday, June 14, 2011

Mereka Mau Kita Ada di Senjanya

Malam kian larut. Otot terasa mulai pegal-pegal sebab lelah. Namun dagangan kami belum habis juga.  Masih  ada beberapa gelas lagi yang tersisa di nampan yang kami gotong kesana-kemari mengelilingi taman. Malam ini cuaca sedang tak bersahabat. Buliran-buliran bening mulai menetes dari langit. Ini hujan. Ini sudah malam. Sedangkan dagangan yang kami jajakan adalah minuman yang pantang diminum di kala hujan. Ya, kami menjual es buah. Es buah tepatnya (tgs kuliah KWU).

"sebaiknya kita pulang saja," usulku. Aku menyerah, kupikir, hujan-hujan begini mana ada orang yang membeli es. Jikapun ada yang mau minum, dapat aku pastikan, mereka lebih memilih minum kopi dari pda es. Terbukti, semua orang yang kami tawari dagangan kami semua berkomentar, "Sudah beli kopi mbak! dingin-dingin gini koq jualan es," kata salah seoarng yang kami tawari. Dan kupikir memutuskan untuk melanjutkan jualan adalah perbuatan sia-sia. Kami pulang.

Dalam perjalanan menuju stan, kami bertemu dengan seorang anak kecil yang ingin membeli es buah kami. "beli es mbak! satu" Ia nampak membawa koran yang habis dijajakan entah di mana. Mungkin di warung-warung makan dekat taman itu. Dari sorot matanya terpancar sebuah kepolosan dan kejujuran. Timbul perasaan simpati ketika melihatnya. Menurutku orang yang mau mencari uang dengan berusaha tanpa meminta-minta dari orang lain adalah hebat. Ya, walau hanya dengan menjual koran.

Segelas es buah kami berikan dan uang yang ia serahkan pada kami, kami kembalikan lagi padanya. "Lho mbak, saya beli," katanya. "Iya dek bawa aja. Ini uangnya ambil lagi', ya" Ia tampak senang dan sesegera mungkin setelah itu ia berjalan cepat dan hilang seperti ditelan gelap.

Kini es buah yang ada di nampan kami tinggal 1 gelas. Kami berniat memberikannya lagi saja kepada orang yang mau. Dalam pada itu, ada seorang kakek berjalan sendirian. Dalam benakku, barangkali kakek ini sedang ingin menjemput cucunya, yang sedang bermain di taman. Ia berjalan berlawanan arah dengan kami. Kamipun berniat memberikan es buah yang tersisa itu padanya. Namun kali ini kami lebih banyak pertimbangan. kami takut kalau minum es malam-malam, akan menggangu kesehatan kakek itu. Dan karena terlalu lama berfikir, akhirnya sang kakek berlalu jauh dengan tongkatnya. Kamipun memutuskan untuk membiarkannya berlalu. 
*** 

Beberapa waktu kemudian, kami bertemu lagi dengan kakek yang tadi kami temui. Kali ini kami menemuinya di sebuah jalan yang lain. Kakek duduk di dekat pagar beton yang sepertinya sengaja dibuat untuk melindungi tanaman yang ada di taman itu. Rupanyanya kakek itu masih sendiri. Dugaan awal kami ternyata salah. Ia tak sedang  menjemput cucunya. Hati kami tertarik untuk menyapanya.

"Kek, permisi, bolehkan kami mengobrol dengan kakek sebentar?" Kataku agak ragu-ragu.

"Ohhh, boleh nak!" jawab sang kakek. Kami duduk di sebelah kake itu dan mulailah kami bertanya-tanya tentang segala hal padanya. 

"Kakek kesini sendirian?" tanyaku.

"Iya nak! Istri saya sedang sakit, dia tak bisa ikut ke sini" katanya serius.

"Oh, sakit apa kek?" tanyaku lagi. Aku sudah lupa jawaban yang kakek itu katakan pada kami. Yang jelas,  menurut keterangannya, istrinya sedang terbaring di rumah dan tak bisa ikut jalan-jalan malam itu. Pertanyaan kian berlanjut, Mulai dari pertanyaan tentang rumah, anak dan lain lain. Kakek itu, dalam ceritanya, menunjukkan bahwa ia adalah orang yang bersemangat. Dan beberapa ceritanya yang membuatku tersentuh adalah ketika ia bercerita tentang kedua anaknya yang keduanya laki-laki.

"Anak saya ada dua," katanya. " keduanya laki-laki. Tapi sekarang mereka semua jauh dari saya. Mereka hanya mengirimi saya uang tiap bulan. Tapi tak jarang mengunjungi kami. Katanya mereka belum sempat. Mereka sibuk sekali" lanjut kakek itu.



Kami menjadi pendengar setia atas ceritanya malam itu. Ketika bercerita, lautan wajah kakek itu tampak berapi-api, lagi-lagi menandakan bahwa ia adalah orang yang penuh semangat. Pun menunjukkan bahwa ia bangga mempunyai anak yang telah sukses menjadi orang. Namun, kurasa, disamping kebanggaannya itu, ia merasa kesepian tanpa anak-anaknya berada di dekatnya di usianya yang kian senja. Kurasa, Ia tak mengharapkan uang yang dikirimkan padanya. Tapi yang terpenting baginya adalah kehadiran anak-anaknya di sisinya.


--MEREKA MAU KITA ADA DI SENJANYA--

Pertemuanku dengan kakek itu mengingatkanku pada pesan Ayahanda dan Ibundaku yang disampaikannya pada kakaku beberapa waktu yang lalu. Kakak memberitahuku melalui sebuat catatan. Yang membuatku selalu tak kuasa menahan airmata ketika membacanya. T_T
 
Secercah Asa di Ujung Usia

Bukan harta atau tahta yang kupinta,
Namun ada sebuah asa yang terselip di dalam dada,
Kelak bila waktuku tiba,
Saat ajal lebih dahulu menghampiriku,
Ketika terputus sudah segala amalanku,
 
Satu pintaku dari kalian. . .
Mandikan aku dengan tangan-tangan kalian sendiri,
Kafankan aku dengan tangan-tangan kalian sendiri,
Jadilah kalian pengecuali dari segala terputusnya amalanku.

Dengarlah itu baik-baik wahai putri-putriku. . .


Setelah berapa banyak jasad terbujur yang pernah kumandikan,

Setelah berapa jasad terbaring kaku ku kafankan,
Setelah berapa kali fardhu kifayah kami tunaikan.

Hanya satu pintaku dari kalian,

Kelak bila waktuku tiba,
Bila ajal lebih dahulu menghampiriku,
Ketika terputus sudah segala amalanku,
Kalianlah penunai fardhu kifayah itu untukku,
Kalianlah pengecuali terputusnya segala amalanku.

Inilah secercah asa di ujung usia,

Inilah sebabnya kenapa ku wajibkan kalian menuntut ilmu agama,
Inilah cita-cita,
Kami tak akan pernah meminta balasan jasa,
Berupa harta atau tahta,
Karena kalian sendiri adalah harta paling berharga bagi kami.
Karena kalian adalah sebaik-baik hasil jerih payah kami.
 
(Wasiat Ibunda & Ayahanda untuk putri-putrinya)   
Ditulis oleh: Kak Pina, kakakku nomer 4.






Ajal, siapa yang tau kapan dan di mana datangya. Bisa jadi aku yang dijemput duluan dibanding mereka. Tapi  Tuhan, aku hanya ingin memohon kepadaMU. Dengan segala kerendahan hati dan kesungguhanku, kupanjatkan do'a teruntuk Ayahanda dan Ibundaku tersayang. Yang kasih sayangnya sangat tulus dan tak pernah putus. "Allahummaghfirlii waliwaalidayya warhamhumaa. warhamhuma, warhamhumaa.... kamaa Robbayaani Shoghiroo. Amiiin Ya Robbal 'alamiiin! T_T

Ah, Rasanya aku tak sanggup untuk meneruskan catatan ini. Udahan dulu ya...Hiks T_T

6 comments:

  1. blognya baru, Jagoan??
    *ngelap pipi pake tisu.

    ReplyDelete
  2. Iyya, jagoan... saya baru saja pindah rumah... maaf belum kasih kabar :)

    ReplyDelete
  3. Banyak hal abstrak dan tak dapat dinilai dg parameter apapun.

    Beberapa hari lalu, aku setengah sengaja bertemu mereka di Ampel. Saat mereka mulai kelihatan jauh dr mata, ada yg membuat dada jadi terasa sesak.Aku tak tahu apa itu.

    ReplyDelete
  4. :)

    Jadi ga sabar pulang, ta...

    ReplyDelete
  5. Al: ^_^, Maha Suci Allah


    Catatan Matahariku: Lepaskan saja... jangan kau tahan di dada... menangislah selagi kau bisa. Dan bersyukurlah. Artinya hatimu masih peka


    Aynun: Ainuuuun, Ata kayaknya tak pulang...:( He.e

    ReplyDelete

Popular Posts